Selasa, 15 Januari 2013

Zero Mind Process

1 komentar

Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti menghadapi berbagai masalah yang sangat banyak dari segala aspek. Dan dalam keseharian kita mengenal yang namanya IQ (Intellegence Quotient) yang merupakan cara untuk membuat suatu penilaian kecerdasan seseorang dengan parameter verbal dan numerical yang dipercaya sangat menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Kemudian teori itu kemudian tumbang dan dibantah dengan adanya penilaian EQ (Emotional Quotient) yang merupakan parameter emosional seseorang dalam penentuan kesuksesannya dihari mendatang.
Kedua segi diatas adalah suatu parameter yang dipercaya dan tidak menyinggung persoalan sisi religi dan spiritual sama sekali, yang tidak dapat ditinggalkan dalam semua segi keduniawian. Kalau IQ seseorang itu dari mulai dia kecil tidak dapat ditingkatkan, tetapi kalau EQ seseorang dapat dilatih dan ditingkatkan dengan cara-cara tertentu.
Sementara itu didalam tingkat permasalahan kehidupan yang semakin tinggi, beban hidup yang semakin berat, dan segala pendukung kehidupan yang semakin kompleks, maka sekarang orang baru mulai melirik sisi religi dan spiritual untuk mengisi kekosongan jiwa mereka karena permasalahan diatas. Maka dari itu kemudian kita mengenal adanya ESQ (Emotional Spiritual Quotient) yang merupakan pelatihan untuk meningkatkan tingkat EQ seseorang dengan tidak meninggalkan sisi religi dan spiritualitasnya.
Dalam proses pelatihan peningkatan tingkat EQ yang berhubungan dengan sisi religi dan spiritualitas, maka proses terseebut disebut juga sebagai proses penjernihan emosi atau dalam istilah asing lebih dikenal sebagai Zero Mind Process (selanjutnya disingkat ZMP). Maka dalam pembahasan kali ini, penulis akan membahas beberapa penjelasan singkat langkah-langkah yang dapat dicapai untuk menuju proses penjernihan tersebut, yang juga dapat digunakan sebagai prinsip seorang pendidik dalam interaksinya terhadap peserta didik dan dalam proses belajar mengajar. Dan juga beberapa penjelasan tentang kegunaan suara hati atau kebersihan hati (yang merupakan hasil dari proses ZMP) dalam kaitannya proses belajar mengajar di kelas maupun diluar kelas.
A.     Hakikat Zero Mind Process (ZMP)
Dalam proses penjernihan emosi (ZMP), yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendahulukan pikiran obyektif yaitu dengan menjernihkan pikiran dari gangguan hama yang mempengaruhi penilaian secara subyektif. Dalam penilaian terhadap sesuatu adalah dengan menggunakan suara hati yang terdalam sebagai sumber kebenaran, yang merupakan karunia Allah SWT.
Jikalau dalam proses ini berhasil dilakukan maka yang terjadi adalah pikiran-pikiran yang jernih dan bersih atau dapat disebut sebagai God Spot atau fitrah, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas dari belenggu.
Maka dari itu yang dimaksud dengan proses penjernihan emosi (Zero Mind Procees) adalah proses dimana semua emosi dan pikiran kita dinol-kan dari belenggu yang menutupi potensi manusia agar mampu mengeluarkan Spiritual Power (kekuatan spiritual) yang dimilikinya. Hal-hal yang menutupi ini disebut sebagai belenggu. Zero Mind Proses (ZMP) adalah suatu upaya untuk mengenali dan menghapus apa yang menutupi potensi dalam God Spot. Belenggu-belenggu (ada 7 hal) tersebut akan diterangkan penulis pada bagian selanjutnya.
Bisa dikatakan langkah pengenalan hama atau belenggu dan pembersihan God-Spot itulah yang disebut Zero Mind Process atau pembentukan hati dan pikiran yang jernih dan suci.
B.     Langkah-langkah dalam ZMP
Dalam ESQ, langkah -langkah untuk menuju kebersihan jiwa (Zero Mind) dalam rangka meningkatkan tingkat emotional dan spiritual yg lebih tinggi dapat dilatih dengan 7 (tujuh) langkah sebagai berikut : 
1. Hindari prasangka buruk, dan selalu mengupayakan berprasangka baik (positive thinking ).
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."
Pekerjaan yang didasari pada prasangka yang buruk akan berbuah kegagalan. Namun sebaliknya apabila dalam pekerjaan selalu didasari pada prasangka yang baik, maka akan berbuah keberhasilan yang baik pula.
Dalam hal prasangka, sesungguhnya dibagi menjadi prasangka positif dan negative (positive thinking dan negative thinking). Maka dalam prasangka yang pertama, positif, selain berbuah keberhasilan, juga berbuah saling percaya antara satu dengan yang lain, saling mendukung, adanya hubungan kooperatif, terbuka, dan dapat menghasilkan performa yang terbaik dalam hidupnya.
Lain halnya dengan negatif, adalah kebalikan dari positif. Yaitu akan terlahir sikap defensif tertutup antar sesama, kemudian cenderung menahan informasi, tidak mau bekerja sama dengan yang lain, juga tidak mampu bersinergi dengan orang lain, kinerja dalam kesehariannya akan turun yang mengakibatkan turunnya performa, bahkan akan tersingkir ditengah pergaulan sosialnya.
2. Tinggalkan prinsip hidup yang salah, berprinsiplah selalu kepada Allah Yang Maha Suci.
Dengan adanya prinsip hidup yang benar, akan mempengaruhi sikap seseoran terhadap orang lain pula. Prinsip yang tidak fitrah atau prinsip hidup yang salah akan berakibat terhadap kegagalan, lahiriah atau bathiniah.
Hanya berprinsip pada sesuatu yang abadi dan kekal akan mampu membawa manusia kearah kebahagiaan hakiki yaitu berprinsip pada Allah SWT Yang maha Suci. 
3. Bebaskan diri dari pengalaman-pengalaman masa lalu yang membelenggu pikiran dan selalu berpikirlah merdeka.
Dengan adanya pengalaman dalam kehidupan dan lingkungan akan sangat mempengaruhi cara berpikir seseorang, yang berakibat pada terciptanya sosok manusia hasil pembentukan lingkungan sosialnya.
Maka pengalaman-pengalaman hidup sangat berperan dalam menciptakan pemikiran pemikiran seseorang, sehingga membentuk paradigma yang melekat didalam pikirannya yang mana paradigma tersebut dijadikan sebagai tolak ukur bagi dirinya, atau untuk menilai lingkungannya.
Hal ini jelas akan sangat merugikan dirinya sendiri atau bahkan orang lain. Ini akan membatasi cara berpikir seseorang yang menyebabkan ia akan melihat segala sesuatu dengan subyektif, bukan melihat sesuatu secara riil dan obyektif. Oleh karena itu prinsip yang benar adalah dengan membebaskan diri dari pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, berfikirlah merdeka.
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." 
4. Dengarkan semua suara hati, berpikirlah melingkar (circular thinking) sebelum menentukan kepentingan dan prioritas, dan jadilah bijaksana.
Kepentingan lebih bersifat mikro (diri sendiri), sedangkan prioritas bersifat makro (universe) yaitu mengarahkan untuk melaksanakan hal yang tepat, dan yang benar. Jika kepentingan umum yang lebih dikedepankan maka prinsip yang benar akan melahirkan juga prioritas apa yang akan didahulukan. Pada intinya prinsip akan melahirkan prioritas. Dan orang yang bijaksana akan mengambil suatu keputusan yang mempertimbangkan semua aspek sebagai satu kesatuan tauhid atau prinsip keesaan.

5. Berpikirlah secara integrative dan holistik dengan melihat semua sudut pandang secara adil berdasarkan semua suara hati yang bersumber dari Asmaul Husna.
Adalah berpikir secara prinsip keesaan dan secara satu kesatuan pikiran dan tindakan. Setelah itu agar dapat berprinsip dan mengingat sifat-sifat Allah pada Asmaul Husna. 
6. Periksa pikiran kita terlebih dahulu sebelum menilai segala sesuatu. Jangan melihat segala sesuatu karena pikiran, tetapi lihatlah sesuatu karena apa adanya.
Dalam sebuah penilaian terhadap sesuatu, kita sering dihadapkan pada masalah perbandingan yang sesuai dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya dan bayangan yang ada di alam pikirnya tersebut. Karena. Paradigma penilaian dalam pikiran kita begitu mudah berubah berdasarkan pada keteguhan pikiran. 
7. Ingatlah bahwa semua kebenaran bersumber dari Allah SWT, dan jangan terbelenggu.
Semua kebenaran pada akhirnya, kelak akan tiba di satu sumber, baik secara sadar atau tanpa disadari. Semua akan mengakui kebenaran Allah SWT dan Al-Qur'an serta ajaran Nabi Muhammad SAW pada akhirnya. Dan bahwa suara hati sebenarnya dorongan yang berasal dari sifat-sifat ke-Ilahian.
Ketujuh sifat diatas, diharapkan dimiliki oleh setiap individu dari kita, bahkan seorang gurupun harus memiliki sifat-sifat diatas guna menjadikan pedoman dan landasan dalam berpikir obyektif dan secara jernih dengan didahului oleh kemampuan mengenali factor-faktor yang mempengaruhinya. Cara yang paling sederhana adalah dengan mengembalikan manusia pada fitrah hatinya atau "God Spot". Sehingga manusia- yang disini adalah guru, akan mampu melihat dengan "mata hati", mampu memilih dengan tepat, memprioritaskan dengan benar. Dari cara melihat yang obyektif ini maka keputusan yang diambil akan benar-benar dengan cara yang adil dan bijaksana sesuia denga fitrah dan suara hati. 
C.      Kebersihan Hati
Biarkan hati berbicara walau tanpa suara, karena sesungguhnya hati yang bersih akan berbicara kebenaran. Namun bila hati terkotori, tak ada bisikan kebenaran.
Bagi setiap insan, hati adalah pusat kontrol diri atau pimpinan bagi diri di dunia yang fana ini. karena itu, agar diri tetap berada pada jalan kebenaran dibutuhkan pimpinan yang baik.
Pimpinan yang baik akan membimbing kita pada jalan Allah dan rasul-Nya serta pimpinan yang buruk akan membawa kita pada keinginan nafsu semata.
Hati itu bagaikan cermin, jikalau bersih akan memantulkan kesempurnaan diri kita, tetapi jikalau kotor tiada muncul yang lain kecuali keburukan semata. Karenanya, hati harus senantiasa dibersihkan. Bersihnya hati akan senantiasa memantulkan cahaya kebenaran.
Ary Ginanjar dalam ESQ meyakini bahwa semua jawaban suara hati kita tentang nilai-nilai kebenaran sama persis dengan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur'an, yakni yang terkumpul dalam Asmaul Husna. Sifat-sifat Allah tersebut dapat dijadikan barometer untuk memastikan bahwa suara hati kita terbebas dari nafsu dan bisikan syetan. Dan barometer tersebut dapat digunakan oleh para guru saat mendengarkan suara hatinya.
Untuk dapat mendengarkan suara hati tersebut, kita harus berpusat pada hati dalam melakukan aktivitas pengajaran. Maksudnya adalah bahwa segala sesuatu yang menyangkut keputusan dan tindakan pengajaran kita senantiasa diselaraskan dengan suara hati kita. Yakinilah bahwa prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang diyakini sebagai pusat kehidupan memiliki daya magnetis dengan kebenaran suara hati nurani. Bila hati sudah memiliki kekuatan dan cahaya, segala bisikannya adalah suara prinsip-prinsip kebenaran dan nilai-nilai Ilahiyah. Inilah yang akan membimbing kita dalam keputusan-keputusan yang kita buat serta menjadi sumber motivasi dan rujukan untuk bertindak dan beraktivitas dalam dunia kehidupan dan pengajaran. Suara ini akan mengarahkan kita pada pilihan-pilihan, baik secara pribadi, keluarga, dunia profesi, mitra kerja, dunia bisnis, aktivitas ritual, sosial, maupun untuk kesenangan.
Menemukan suara hati dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut;
Bila mendapatkan masalah segera kembalikan pada hati, biarkan semua hal terucapkan dalam hati, dengarlah yagn sesuai dengan sifat Asmaul Husna dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hakiki.
Saat berdzikir dan beristigfar, maka akan muncul suara hati secara tiba-tiba, maka dengarkanlah.
Suara hati merupakan pusat bisikan kebenaran. Hati akan selalu cenderung pada perbuatan baik yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hakiki. Karena itu, bila manusia hendak berbuat tidak baik, pasti hati nuraninya akan melarang melakukan itu.
Bila hati sudah menjadi pusat dari prinsip dan nilai-nilai hakiki, akan muncul hal-hal sebagai berikut:
Tumbuh kepribadian dengan sifat-sifat Ilahiyah
Kepribadian dengan sifat-sifat Ilahiyah akan membawa guru pada sifat belas kasih kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagai anak. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku bagi kalian adalah bagaikan bapak terhadap anaknya (prinsip meyakini pembawa risalah kebenaran)". Prinsip keteladanan menjadikan proses mengajar bagian dari taqarrub kepada Allah. Juga tidak merasa berjasa pada peserta didik. Sekalipun jasa itu besar, memandang mereka juga memiliki jasa karena sudah mengondisikan hatinya untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dengan menanamkan ilmu kepadanya.
Kalau berbicara tentang suara hati, adalah bisikan yang datang dari hati nurani yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hakiki. Energi spiritual adalah kekuatan atau dorongan yang datang dari hati sanubari yang sudah tersucikan dari nafsu dan amarah. Suara hati yang disertai energi spiritual ini melahirkan kepribadian ilahi.
Pemanfaatan panca-indera, otak kiri, otak kanan, dan hati secara optimal dan proporsional.
Pemanfaatan panca-indera, otka kiri, otak kanan, dan hati secara optimal dan proporsional memberikan tugas pada guru untuk tidak meninggalkan nasihat memacu prestasi peserta didik sesuai dengan kemampuan dan bakat, dan sebaliknya meninggalkan kesombongan karena merasa diri lebih unggul disbanding peserta didik lain. Guru tidak mencela sesame gur dan pelajaran berlainan karena semua ilmu bersumber dari satu sumber risalah.
Tercipta pengajaran sepenuh hati, yang bebas dari energi negative, nafsu, dan amarah.
Adapun terciptanya pengajaran sepenuh hati adalah upaya guru untuk memberikan pengajaran sesuai dengan proporsi kemampuan peserta didik, mengajar secara baik, dan menarik minat peserta didik.
Kesimpulan
Maka dari itu yang dimaksud dengan proses penjernihan emosi (Zero Mind Procees) adalah proses dimana semua emosi dan pikiran kita dinol-kan dari belenggu yang menutupi potensi manusia agar mampu mengeluarkan Spiritual Power (kekuatan spiritual) yang dimilikinya.
Dalam ESQ, langkah -langkah untuk menuju kebersihan jiwa (Zero Mind) dalam rangka meningkatkan tingkat emotional dan spiritual yg lebih tinggi dapat dilatih dengan 7 (tujuh) langkah (yang telah diterangkan pada penjelasan sebelumnya). Dari proses tersebut diharapkan dapat dijadikan pedoman dan prinsip oleh setiap pendidik dalam proses belajar maupun pengajaran terhadap peserta didik.
Untuk dapat mendengarkan suara hati tersebut, kita sebagai seorang guru harus berpusat pada hati dalam melakukan aktivitas pengajaran. Maksudnya adalah bahwa segala sesuatu yang menyangkut keputusan dan tindakan pengajaran kita senantiasa diselaraskan dengan suara hati kita. Yakinilah bahwa prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang diyakini sebagai pusat kehidupan memiliki daya magnetis dengan kebenaran suara hati nurani.
Dari sinilah semua permasalahan seorang pendidik terhadap peserta didik maupun terhadap proses belajar mengajar, yang mana semua harus dikembalikan pada hati agar kita menjadi seorang pendidik yang benar-benar profesional dengan kekurangan yang kita miliki.
Demikianlah pembahasan dari penulis mengenai Zero Mind Process (ZMP) sebagai prinsip utama yang harus dimiliki setiap individu, terutama seorang pendidik, dengan kekurangan dan kelebihan dari penulis semoga pembahasan kali ini menjadi ishlah dan bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi teman-teman semua pada umumnya.



Referensi
Agustian, Ary Ginanjar. 2004. ESQ: Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual. Jakarta: Penerbit Arga.
Al Qur'an dan Terjemahan. Penerbit Departemen Agama Republik Indonesia.
Rahmat, Jalaluddin. 2005. Belajar Cerdas. Bandung: Mizan Media
Ramly, Amir Tengku dan Erlin Trisyulianti. 2006. Pumping Teacher: memompa teknik pengajaran menjadi guru kaya. Tangerang: PT. AgroMedia Pustaka.
manusia yang didalam dirinya sudah tertanam ZMP, dia akan siap untuk menghadapi berbagai rintangan karena mampu bersikap positif dan akan tanggap terhadap suatu peluang serta bisa menerima pemikiran baru tanpa dipengaruhi dogma yang membelenggu. Beberapa cirinya adalah merdeka dalam berpikir, dan hasilnya akan tercipta pribadi-pribadi kreatif, berwawasan luas, terbuka atau fleksibel, mampu berpikir jernih.
Q.S Surat Al An'aam Ayat 116
Ary Ginanjar Agustian, ESQ: Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual, (Jakarta: Penerbit Arga, 2004), hal.17
ibid. hal. 21
ibid. hal 24
Q.S. Surat Al Baqarah ayat 10.
Maksud dari berpikir melingkar adalah bahwa cara berpikir yang selalu dikaitkan dengan adanya sifat Allah Asmaul Husna (99 Thinking Hats) atau thawaf suara hati.
Ary Ginanjar Agustian, Op. Cit., hal.27
Ibid. Hal. 41
Ibid. Hal. 46
Amir Tengku Ramly dan Erlin Trisyulianti, Pumping Teacher: memompa teknik pengajaran menjadi guru kaya. (Tangerang: PT. AgroMedia Pustaka, 2006), hal. 96.
Amir Tengku Ramly dan Erlin Trisyulianti, Op. Cit., hal.100
Ibid. Hal. 99
Jalaluddin Rahmat, Belajar Cerdas, (Bandung: Mizan Media, 2005), hal .

One Response so far

  1. JER says:

    Terimakasih.. ini membantu saya mengingatkan seseorang

Labels