بسم الله الرحمن
الرحيم
Pendahuluan
Menguasai Bahasa Arab merupakan kebutuhan yang sangat primer bagi umat Islam. Hal ini karena sumber ajaran Islam
secara orisinil diturunkan dalam Bahasa Arab. Tanpa mempelajari Bahasa Arab,
mustahil hukum Islam akan dapat diketahui dan bahkan ditegakkan, karena asa dari usulul
fiqh adalah bahasa arab.
Kaitannya dengan mempelajari bahasa, sebagaimana yang telah kita
ketahui, hal ini
tidaklah
bisa terlepas dari metode/cara, strategi, dan seni mengajar. Dalam tulisan ini,
kita akan membahas metode, strategi, dan seni mengajar
bahasa Arab bagi anak-anak. Usia anak-anak adalah usia yang paling mudah untuk
mempelajari bahasa, dan penyampaian materi pada anak-anak tentulah berbeda
dengan cara penyampaiannya untuk orang dewasa.
Metode Pengajaran Bahasa Arab
Secara pedagogik, metode adalah rencana menyeluruh yang
berkenaan dengan penyajian materi pembelajaran (temasuk pembelajaran bahasa)
secara teratur, dan tidak ada satu bagian pun yang bertentangan dengan yang
lain.[1]
Dalam mempelajar
bahasa, cara yang paling efektif adalah dengan menjadikannya kebiasaan. Sementara itu, pembiasaan akan efektif jika
dilakukan sejak usia dini. Pembahasan rencana ini dikhususkan pada usia
anak-anak karena merupakan satu tahapan usia yang penuh dengan perkembangan pesat, meliputi perkembangan
kecerdasan, keterampilan, kecakapan, dan lainnya.
Bahasa merupakan kebiasaan, begitu teori bahasa yang
sering dikenal karena usia anak-anak merupakan usia pembentukan kepribadian,
pengembangan bakat, termasuk keterampilan bahasa. Dalam pembentukan ketiga
aspek tersebut, anak tidak dapat dibiarkan berkembang sendiri. Hal ini karena
anak belum mempunyai nalar yang sempurna, lingkunganlah yang mempunyai pengaruh
besar.
Seorang anak Jawa yang berada di lingkungan orang Sunda
sejak kecil tentu akan menguasai bahasa Sunda. Sebaliknya, anak kecil Sunda
yang selalu di lingkungan orang Jawa, yang dikuasainya adalah bahasa Jawa. Nah,
demikian pula pada bahasa Arab. Anak akan lebih cepat mempelajarinya jika ada
pembiasaan dikesehariannya. Akan tetapi, bukan berarti kalau ingin belajar
bahasa harus pergi ke tempat di mana bahasa itu berasal sebab lingkungan bisa
diciptakan, yakni dengan kebiasaan itu tadi. Untuk membiasakan kita bisa
menciptakan dalam lingkup kecil, misalnya dalam keluarga. Bukan hanya pada usia anak, pada usia dewasa
pun bisa diupayakan pembiasaan.
Adapun tahap-tahap perkembangan yang
dilalui anak-anak tentunya berbeda-beda, pada prinsipnya ada dua, sebagai
berikut.
1. Tahap Sensorik Motorik (0 - 2 tahun)
Pada tahap ini anak mengalami ketidaktepatan objek.
Mereka masih sesuka hati dalam menyebutkan sesuatu yang mereka kehendaki. Dalam
usia ini penting juga agar mereka dikenalkan sedikit demi sedikit tentang
Bahasa Arab lewat bahasa ibu atau ayahnya, karena merekalah yang paling dekat
dengan anak.
2. Tahap Pra Operasional (2 - 7 tahun)
Dalam usia ini anak menggunakan fungsi simbol yang
lebih besar. Perkembangan bahasa bertambah secara dramatis dengan permainan
imajinasi. Dalam masa ini, sang Ibu atau ayah selaku orang terdekat dengan anak harus mampu
mengenalkan secara lebih detail tentang bahasa Arab, misal menyebut ibunya
dengan ummi, menyebut ayahnya dengan abi atau yang lain lebih daripada itu.[2]
Bukan hanya orang tuanya saja, tetapi lingkungan juga harus mendukung, apalagi
jika anak tersebut sudah masuk pada usia sekolah. Seorang guru diharuskan paham
tentang strategi pembelajaran pada anak diusia dini. Di bawah ini saya inggin
memaparkan strategi yang biasa digunakan untuk mengajarkan anak-anak pada usia
dini.
Strategi Bermain
Dalam strategi ini ada lima kriteria yaitu:
a)
motivasi intrinsik
yakni memotivasi anak dengan cara belajar
sambil bermain; dengan cara ini muncul keinginan belajar dari dalam diri anak,
serta anak melakukannya dengan senang;
b) bermain
adalah hal yang menyenangkan;
c) model bermain
yang dilakukan tidak dikerjakan dengan sambil-lalu karena tingkah-laku itu
tidak mengikuti pola/ aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat
pura-pura;
d) cara bermain
lebih diutamakan daripada tujuannya sebab anak lebih tertarik pada tingkah-laku
itu sendiri daripada hasil yang akan diperoleh;
e) kelenturan,
yakni ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan, dan berlaku dalam
setiap situasi.
Dengan bermain, kita dapat menyisipkan sedikit demi
sedikit materi Bahasa Arab. Dengan bermain, anak akan mendengarkan aneka bunyi,
mengucapkan sukukata maupun kosakata.
Metode seperti ini dinilai efektif sebab bermain adalah kebutuhan sekaligus
cermin perkembangan anak. [3]
Macam-macam permainan menurut Zulkifli L. dalam bukunya Psikologi
Perkembangan sebagai berikut : a) Permainan Fungsi, yang diutamakan adalah
geraknya; b) Bermain Konstruktif, permainan ini yang diutamakan adalah
hasilnya, seperti membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, dan sebagainya. Dalam
konteks pengajaran bahasa Arab, yang dikonstruk adalah huruf-huruf hijaiyah; c)
Permainan Reseptif, sambil mendengarkan cerita-cerita/melihat-lihat buku
bergambar, anak berfantasi dan menerima pesan yang membuat jiwanya sendiri
menjadi aktif. Kaitannya dengan metode ini dalam cerita harus disisipkan
penggalan bahasa Arab; d) Permainan Peranan, yakni anak memerankan tokoh, dan
tokoh yang diperankan sedikit-sedikit menggunakan kosakata Bahasa Arab; e)
Permainan Sukses, dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi, seperti
mengadakan kuis untuk menyebutkan benda dalam bahasa Arab.[4]
Strategi Bercakap-cakap
Bercakap-cakap mempunyai arti, a) saling
mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan secara verbal; b) mewujudkan
kemampuan reseptif dan bahasa ekspresif.
Dengan strategi ini, anak diajak untuk tanya-jawab
tentang benda-benda di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa Arab, setelah
sang Guru memberitahukan beberapa kosakata berbahasa Arab. Secara umum manfaat
bercakap-cakap bagi anak adalah: a) sebagai alat pemuas kebutuhan anak; b)
berfungsi mengatur, yakni untuk mengendalikan tingkah-laku orang lain; c)
berfungsi sebagai hubungan antarpribadi, yakni bahasa dapat digunakan alat
komunikasi dalam lingkungan sosial, termasuk dalam dunia anak-anak; d)
berfungsi bagi diri sendiri, yaitu anak dapat menyatakan pandangannya,
peranannya, dan sikapnya; f) berfungsi heuristic, yaitu berfungsi untu
menanyakan sesuatu seperti, “katakan kepadaku mengapa begitu”; g) fungsi
imajinatif, yaitu dengan bahasa anak dapat menghindarkan diri dari kenyataan
atau dengan kata lain dapat berfungsi puitis; h) fungsi informatif, yaitu anak
dapat mengkomunikasikan informasi baru kepada orang lain melalui bahasa; fungsi
bahasa informatif ini dapat dinyatakan dalam bentuk seperti kalimat “aku punya
sesuatu untuk kuceritakan”.
Strategi Demonstrasi
Menjelaskan sesuatu secara lisan saja tidak cukup,
apalagi dalam pengajaran keterampilan bahasa, tentunya lebih mudah menirukan
seperti apa yang diucapkan gurunya setelah ditunjukkan bendanya yang harus
dihapalkan. Dalam strategi ini guru menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan
nama benda atau pekerjaan yang ditunjukkan tersebut. Strategi demontrasi ini
dapat memberi manfaat antara lain:
a. Dapat dipergunakan untuk memberikan ilustrasi dalam
menjelaskan informasi kepada anak. Bagi anak, melihat bagaimana suatu peristiwa
berlangsung adalah lebih menarik dan merangsang perhatian serta lebih menantang
daripada hanya mendengarkan penjelasan guru;
b.
Dapat membantu meningkatkan daya pikir anak dalam peningkatan kemampuan
mengenai nama benda-benda dalam bahasa Arab dan mengingatnya. Pengembangan daya
pikir anak dalam memperoleh pengalaman di bidang ilmu pengetahuan akan sangat
berkesan dan sulit untuk dilupakan sampai dia dewasa sehingga dapat menguasai
banyak kosakata bahasa Arab.
Strategi Projek
Strategi Projek merupakan salah satu cara pemberian
pengalaman belajar dengan menghadapkan anak pada persoalan sehari-hari yang
harus dipecahkan secara kelompok, misalnya menyebutkan berbagai jenis pekerjaan
dengan bahasa Arab, kemudian didiskusikan bersama dengan bantuan seorang
pemandu dalam kelompok anak-anak itu. Metode ini berasal dari gagasan John
Dewey tentang konsep learning by doing, yaitu perolehan hasil belajar dengan
mengerjakan tindakan-tindakan sesuai dengan tujuannya, terutama proses
penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas
serangkaian tingkah-laku untuk mencapai tujuan.
Menurut hasil penelitian, terdapat hubungan yang erat
antara proses memperoleh pengalaman yang sebenarnya dengan pendidikan. Oleh
karena itu, pendidikan bagi anak harus diintegrasikan dengan lingkungan
kehidupan yang dapat memacu anak untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam
pembelajaran bahasa Arab, misalnya saja pengalaman penambahan kosakata yang
diperolehnya ketika bermain dan belajar dengan ibunya. Lingkungan kehidupan
sebagai pribadi dan terutama lingkungan kehidupan anak dalam kelompok, banyak
memberikan pengalaman bagaimana praktek berbicara bahasa Arab secara
bersama-sama dengan temannya. Manfaat strategi ini bagi anak yang dalam
perkembangan, terletak pada kekuatannya dalam me-motivasi anak untuk
mempelajari bahasa Arab. Strategi ini sangat penting dalam membentuk pribadi anak
yang sehat sehingga dapat dengan mudah menerima pelajaran bahasa Arab. Pribadi
anak yang sehat adalah pribadi yang memiliki ciri-ciri seperti sikap mandiri,
percaya diri, mudah menyesuaikan diri, dan dapat mengembangkan diri. Dengan
metode ini diharapkan anak dapat belajar bahasa Arab secara optimal.
Strategi Bercerita
Strategi ini merupakan salah satu pemberian pengalaman
belajar bagi anak dengan cara membawakan cerita secara lisan. Lewat cerita itu
disisipkan nama-nama pelakunya dalam bahasa Arab, misalnya kata “sekretaris”
disebut “katib كاتب”, direktur disebut “mudir مدير”, dan lain sebagainya. Akan
tetapi, cerita yang dibawakan harus menarik dan mengundang perhatian anak, dan
tidak terlepas dari tujuan pendidikan bagi anak. Ada beberapa macam teknik
bercerita, sebagai berikut.
Membaca langsung dari buku cerita
Teknik bercerita dengan membacakan
langsung dari buku cerita ini sangat bagus bila guru menambahkan puisi/prosa
yang sesuai untuk dibacakan kepada anak.
Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
Bila cerita yang disampaikan kepada
anak terlalu panjang dan terinci, maka penambahan ilustrasi gambar dari buku
yang menarik perhatian anak dapat menjadikan teknik bercerita ini akan berfungsi dengan baik. Mendengarkan cerita tanpa ilustrasi
gambar menuntut pemusatan perhatian yang lebih besar dibandingkan bila anak
mendengarkan cerita dari buku bergambar. Penggunaan gambar dalam cerita
dimaksudkan untuk memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk
mengingatkan perhatian anak pada jalannya cerita.
Menceritakan dongeng
Cerita dongeng merupakan bentuk
kesenian yang paling kuno. Mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan kebajikan kepada anak. Lewat dongeng ini pula dapat
diselipkan beberapa kosakata bahasa Arab.
Bercerita dengan menggunakan flanel
Guru dapat membuat papan flanel yang
berwarna netral, misalnya abu-abu. Tulisan-tulisan nama benda dalam bahasa Arab
berserta gambar-gambar digunting dan dirapikan, kemudian anak-anak yang
menempelkannya dengan cara menyesuaikan antara gambar dan namanya.[5]
Seni Mengajar Bahasa Arab
Dalam buku The Grolier International Dictionary, dikatakan
bahwa seni mempunyai pengertian keahlian, bakat dan keterampilan.[6]
Menurut Sugarda Purba Kawatja dan H.A. Harahap dalam Ensiklopedi Pendidikan,
seni adalah segala sesuatu yang membangkitkan perasaan indah dan yang
diciptakan untuk perasaan seni itu sendiri.[7]
Jadi, seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung
dalam hati orang, yang dilahirkan dengan perantaraan alat-alat komunikasi ke
dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh panca indera, atau dapat dilahirkan
dengan perantaraan gerak. Dari beberapa pengertian seni tersebut dapat
disimpulkan bahwa seni adalah ekspresi jiwa seseorang yang merupakan suatu
keahlian, bakat dan keterampilan dalam suatu bidang yang dapat membangkitkan
perasaan indah (senang) yang dilahirkan ke dalam bermacam-macam media yang
dapat ditangkap indera. Mengajar adalah aktivitas mengatur atau mengorganisir
lingkungan sebaik-baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.[8]
Di dalam menciptakan perasaan indah atau senang pada murid dalam proses
belajarnya, seorang guru harus pandai-pandai melakukan hubungan baik dengan
murid, menarik hati, kasih-sayang dan bertanggung-jawab, serta sifat-sifat
mengajar yang baik lainnya.
Untuk menciptakan suasana yang menarik dan tidak
membosankan dalam mengajar, seorang guru harus memiliki faktor-faktor seperti
pengetahuan, keterampilan, dan sifat-sifat kepribadian.
Kesemua faktor ini harus ada pada guru sehingga seorang
guru merupakan kepribadian yang khusus. Faktor pengetahuan dan keterampilan
berkaitan dengan ilmu yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu materi yang
harus diajarkan dan ilmu-ilmu tentang cara mengajar yang baik. Faktor-faktor
sifat kepribadian merupakan unsur seni dalam mengajar. Menurut M.I. Soelaiman
dalam bukunya Menjadi Guru, seorang guru harus memiliki faktor “x” yang tidak
dapat begitu saja dipelajari atau
bahkan diterangkan dengan jelas. Faktor seperti ini bukan dari hasil studi atau
ke-terampilan belaka, melainkan di dalamnya tersirat unsur perasaan (feeling).[9]
Jadi, mengajar adalah gabungan dari unsur ilmu dan
unsur seni. Unsur ilmu dapat dipelajari secara khusus misalnya pada
perguruan-perguruan tinggi fakultas ilmu pendidikan, sementara unsur seni ada
kaitannya dengan gaya pribadi (personal style) yang bisa terus berkembang
melalui banyak praktik dan latihan. Bahkan, ada pendapat yang lebih ekstrim
lagi, yaitu menurut Gilbert Highet dalam bukunya Seni Mendidik bahwa “teaching
is an art not a science”. Mengajar akan lebih tepat jika diumpamakan dengan
membuat suatu lukisan atau menggubah suatu lagu, atau diumpamakan pekerjaan
sehari-hari seperti menanam bunga atau korespondensi.[10]
Walaupun pendapat-pendapat di atas tampak berbeda, namun yang jelas berbagai
pendapat tersebut mengakui bahwa dalam mengajar ada unsur seninya, bahkan
menurut penulis unsur seni dalam mengajar lebih menonjol daripada unsur ilmu.
Artinya untuk bisa mengajar dengan baik seorang guru harus mengetahui dan
memiliki seni mengajar. Akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa seni mengajar
bahasa Arab adalah suatu aktivitas guru dengan pengetahuan, keterampilan, dan
gaya pribadinya untuk menyiapkan murid-murid pada suatu kondisi sebaik-baiknya
sehingga terjadi proses belajar bahasa Arab yang efektif dan estetis.
Kesimpulan
1. Mengingat betapa pentingnya belajar bahasa Arab dan
usia anak-anak adalah usia yang paling potensial untuk mempelajari bahasa
asing, maka perlu ditangani dengan serius bagaimana metode, strategi dan seni
mengajar yang paling tepat dalam penyampaiannya. Sedikit pemaparan di atas, mudah-
mudahan bisa dijadikan sedikit rujukan bagi para pengajar bahasa Arab. Dari
semua metode di atas dapat dipilih salah satu, atau mungkin perlu menggabungkan
secara keseluruhan agar anak tidak merasa bosan hanya dengan satu macam metode
saja. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kebiasaan sebab apabila sejak
usia dini sudah diusahakan, bukan mustahil di saat dewasa anak-anak akan mahir
berbahasa Arab.
2. Seni mengajar bahasa Arab merupakan suatu aktivitas
guru yang harus dilakukan dengan pengetahuan, keterampilan dan gaya pribadinya
untuk menyiapkan murid-murid pada suatu kondisi sebaik-baiknya sehingga terjadi
proses belajar bahasa Arab yang efektif dan estetis.
Karena mengingat pada saat ini
kebanyakan lembaga yang baru mempraktekkan metode- metode diatas adalah pondok
pesantren yang berbasis bahasa arab, dan hanya sebagian kecil lembaga Madrosah
Tsanawiyah (Mts), Madrosah ‘Aliyah (MA) yang menerapkan dengan baik unsur-
unsur yang telah disebut tadi. Maka kita mulai dari lingkup kecil yaitu
kluarga.
سكرا على ملاحظته.............
Daftar Pustaka
Ø Arsyad, Azhar. 1999. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ø Diwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Grasindo.
Ø Dzulkifli L,. 2002. Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung: Rosda
Karya, 2002.
Ø Gilbert, Highet. 1955. Seni Mendidik. Jakarta: Pustaka Sarjana.
Ø Moeslichatoen R. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ø Nasution, S. TT. Didaktif Azas-azas Mengajar. Bandung: Jemmars.
Ø Soelaiman, M.I. 1985. Menjadi Guru (Suatu Pengantar Kepada Dunia
Guru). Bandung: CV. Diponegoro.
Ø Sugarda, Purba Kawatja dan H.A. Harahap. 1988. Ensiklopedi
Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
[1] . Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode
Pengajarannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 19.
[3] . Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta:
Rineka Cipta, 1999), hal. 33
[7] . Sugarda Purba Kawatja dan H.A. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan
(Jakarta: Grasindo, 1982), hal. 326
[9] . Soelaiman, M.I, Menjadi Guru (Suatu Pengantar Kepada Dunia Guru)
(Bandung: CV. Diponegoro, 1985), hal. 34.
Posting Komentar